Bagi Anda yang menyewakan rumah untuk mendapatkan penghasilan pasif, apa sudah tahu soal pajak sewa rumah? Ternyata, ada juga pajak yang dikenakan untuk pemilik rumah yang menyewakan propertinya kepada orang lain. Agar tidak kena sangsi dari petugas pajak, mari kita pahami soal pajak ini.
Menyewakan rumah merupakan pilihan yang sangat menarik untuk memperoleh penghasilan pasif, apalagi bagi Anda yang punya rumah mengganggur alias tidak ditempati. Daripada dibiarkan saja tanpa penghuni, lebih baik sulap aset ini jadi mesin penghasil cuan bukan?
Meski demikian, menyewakan rumah juga ternyata dikenai pajak oleh pemerintah. Pajak apa saja? Mari kita simak penjelasan lengkapnya berikut ini. Apa itu pajak sewa rumah? Pajak sewa rumah adalah pungutan wajib yang dikenakan pada setiap penghasilan yang diperoleh dari penyewaan properti, seperti rumah atau apartemen. Ketika Anda menyewakan rumah kepada penyewa, penghasilan yang Anda terima dari sewa tersebut dapat dikenakan pajak oleh otoritas pajak atau pemerintah.
Secara umum, pajak yang berkaitan dengan sewa-menyewa rumah adalah pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak bumi dan bangunan (PBB). Ketiga pajak ini dikenakan kepada pemberi sewa atau bisa juga kepada penyewa, tergantung siapa yang menyewa rumah tersebut.
Untuk mengetahui lebih lanjut cara kerja dari pajak-pajak tersebut, akan Mortgage Master jelaskan satu-persatu. Jenis-jenis pajak terkait sewa-menyewa rumah dan penghitungannya
- Pajak penghasilan (PPh) Di Indonesia, pajak sewa rumah yang berkaitan dengan pajak penghasilan (PPh) diatur berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pajak ini bersifat final, sesuai dengan yang tercantum dalam pasal 4 ayat 2. Artinya, pajak tersebut langsung dipotong dari pendapatan sewa saat transaksi terjadi. Adapun jenis penghasilan yang dikenai pajak final sesuai pasal tersebut, yakni:
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
Penghasilan berupa hadiah undian.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
PPh final untuk sewa rumah wajib dibayar pemberi sewa apabila penyewa rumah adalah orang pribadi. Namun jika penyewa rumah adalah badan usaha atau pengusaha kena pajak (PKP), maka PPh wajib dipotong oleh penyewa, dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yang menyewakan atau yang menerima penghasilan.
Tarif PPh atas penghasilan dari penyewaan rumah adalah sebesar 10% dari pendapatan bruto yang kita dapatkan dari uang sewa per tahun. Pendapatan bruto ini artinya termasuk juga biaya-biaya dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan rumah yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan service charge.
Untuk mengetahui cara menghitungnya, mari simak contoh kasus berikut ini:
Budi menyewakan rumahnya kepada Pratama dengan harga sewa per tahun Rp 36 juta. Selain biaya pokok sewa, Budi juga mengenakan biaya perawatan dan pemeliharaan rumah, serta biaya kemanan kepada Pratama senilai total Rp 3 juta per tahun. Dengan demikian, PPh yang perlu dibayar Budi untuk tahun pajak tersebut adalah:
Penghasilan bruto x 10% = nilai PPh (36 juta + 3 juta) x 10% = Rp 3,9 juta
- Pajak pertambahan nilai (PPN) Selain PPh, pajak lain yang masih berkaitan dengan sewa-menyewa rumah adalah PPN. Meski demikian, tidak semua penyewaan rumah akan dikenai PPN. Ini bergantung lagi kepada status penyewa.
Jika penyewa rumah adalah badan usaha atau PKP, maka pemberi sewa wajib menambahkan elemen PPN ke dalam tarif sewa sebesar 11% dari nilai sewa. Namun jika penyewa adalah orang pribadi, maka harga sewa tahunan yang dibebankan kepada penyewa sudah mengandung unsur PPN di dalamnya.
Apabila PPN berlaku dalam transaksi sewa-menyewa, maka pajak ini akan dibebankan kepada penyewa. Namun, pembayarannya akan dilakukan oleh pemberi sewa atau dengan kata lain akan disetorkan oleh pihak yang memberikan sewa.
Cara menghitung PPN pada dasarnya sama dengan PPH, yakni 11% x nilai sewa setahun. Jadi jika harga sewa setahun adalah Rp 36 juta, maka PPN yang dibebankan adalah sebesar Rp 3,96 juta. Maka jumlah inilah yang perlu disetorkan oleh pemberi sewa kepada badan pajak.
- Pajak bumi dan bangunan (PBB) Layaknya pemilik rumah, maka pemberi sewa pun wajib menyetor PBB setiap tahun. PBB adalah pungutan wajib yang dibebankan kepada pemilik tanah dan bangunan. Jadi siapapun yang tercatat memiliki lahan, rumah, atau bangunan properti apapun, wajib membayar pajak ini kepada pemerintah.
Berdasarkan pembagian sektor pajak, maka bangunan tempat tinggal, baik itu rumah tapak, apartemen, maupun rumah susun termasuk ke dalam PBB-P2 dan dibayarkan kepada pemerintah daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (UU PDRD) tarif maksimal yang ditetapkan untuk PBB-P2 adalah sebesar 0,3%. Besar tarif tersebut ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah, sehingga PBB di satu wilayah akan berbeda dengan PBB di wilayah lainnya.
Nilai PBB-P2 dihitung dengan rumus berikut:
Besar PBB-P2 = tarif daerah x (*NJOP-**NJOPTKP)
*NJOP = nilai jual objek pajak **NJOPTKP - nilai jual objek pajak tidak kena pajak Kesimpulan Menyewakan rumah ternyata juga dikenai sejumlah pajak yang wajib disetorkan oleh pihak pemilik rumah. Jika Anda berniat menyewakan rumah Anda untuk mendapatkan penghasilan pasif, wajib hukumnya mengetahui dan memahami soal pajak-pajak ini agar tidak tersandung masalah pajak di kemudian hari.